Ringkasan
Tata Cara Shalat Khusuf
(Gerhana Bulan)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Sebagaimana kita mengetahui bahwa
gerhana matahari dan bulan merupakan fenomena alam yang tidak seperti biasanya,
maka Allah Ta’ala mensyariatkan atas kita melalui lisan Nabi-Nya Shallallahu
Alaihi Wasallam untuk melaksanakan shalat gerhana. Pada gerhana matahari
biasanya disebut dengan shalat kusuf, sedangkan pada gerhana
bulan dengan shalat khusuf. Namun terkadang kedua nama tersebut
memiliki arti yang sama. Artinya kusuf bisa digunakan untuk gerhana matahari
dan bulan, begitu juga khusuf.
Tidak ada perselisihan di antara
ulama, shalat gerhana dikerjakan dua rakaat. Dan pendapat yang masyhur dari
pelaksanaannya adalah pada setiap rakaatnya dua kali berdiri, dua kali bacaan,
dua kali ruku', dan dua kali sujud. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam
al-Syafi'i, dan Imam Ahmad rahimahumullah. Argument mereka sebagai
berikut:
Pertama: Hadits
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma, ia mengatakan: "Terjadi gerhana
matahari pada zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, lalu beliau
shalat dan orang-orang mengikuti shalat beliau. Kemudian beliau berdiri dalam
waktu yang sangat panjang sepanjang sekitar bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian
beliau ruku' dengan ruku' yang sangat panjang. Kemudian beliau berdiri cukup
panjang, namun lebih pendek dari yang pertama. Kemudian beliau ruku' dengan
ruku' yang cukup panjang, namun lebih pendek daripada ruku' yang pertama."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua: Hadits
Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam mengerjakan shalat pada saat terjadi gerhana matahari. Kemudian
beliau berdiri lalu bertakbir, lantas membaca bacaan yang sangat panjang.
Kemudian ruku' dengan ruku' yang sangat panjang, kemudian mengangkat kepalanya
sambil berucap, SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH. Beliau tetap berdiri seperti
itu, kemudian membaca bacaan yang sangat panjang, tetapi lebih pendek
dibandingkan bacaan yang pertama. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang
sangat panjang, tetapi tidak sepanjang ruku' yang pertama. Kemudian beliau
sujud dengan sujud yang panjang. Beliau melakukan itu pada rakaat kedua,
kemudian mengucapkan salam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga: Hadits
jabir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: "Pernah terjadi gerhana
matahari pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada hari
yang sangat panas. Kemudian beliau shalat bersama para sahabatnya dengan
memperpanjang berdiri hingga membuat mereka jatuh tersungkur. Kemudian beliau
ruku' dengan panjang, lalu mengangkat kepalanya dan berdiri dengan masa yang
panjang. Kemudian beliau ruku' kembali dengan ruku' yang panjang. Kemudian
beliau sujud dua kali, lalu berdiri kembali. Beliau mengulanginya seperti
rakaat pertama. Jadi shalat tersebut, empat kali ruku' dan empat kali
sujud." (HR. Muslim, Abu Dawud, al-Nasai, dan Ahmad)
Jadi dapat diringkas dari tata cara pelaksanaan shalat
gerhana sebagai berikut:
- Bertakbir, membaca istiftah, Isti'adzah, al-Fatihah, kemudian membaca surat yang panjang, setara surat Al-Baqarah.
- Ruku' dengan ruku' yang panjang (lama).
- Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
- Tidak langsung sujud, tetapi membaca kembali surat Al-Fatihah dan surat dari Al-Qur'an namun tidak sepanjang pada bacaan sebelumnya.
- Ruku' kembali dengan ruku' yang panjang tapi tidak sepanjang yang pertama.
- Bangkit dari ruku' dengan mengucapkan, Sami'Allahu LIman Hamidah, Rabbanaa wa Lakal Hamd.
- Sujud, lalu duduk di antara dua sujud, kemudian sujud kembali.
- Kemudian berdiri untuk rakaat kedua, dan caranya seperti pada rakaat pertama tadi.
Catatan:
* Disunnahkan
pelaksanaan shalat gerhana di masjid, tidak ada azan atau iqomah sebelumnya,
hanya panggilan “Al-Shalatul Jami'ah.”
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Bahwa
telah terjadi gerhana matahari di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam lalu beliau mengutus seorang untuk menyeru “Al-Shalatul Jami'ah,”
maka mereka berkumpul dan beliau maju bertakbir dan shalat dua rakaat dengan
empat ruku' dan empat sujud." (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr,
ia mengatakan: "Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, diserukan “Al-Shalatul Jami'ah”. (HR.
Al-Bukhari)
* Disunnahkan
Imam untuk memberikan nasihat kepada manusia dengan berkhutbah setelah shalat,
memperingatkan mereka agar tidak lalai dan memerintahkan mereka supaya
memperbanyak doa, istighfar, dan amal shalih. Hal ini didasarkan pada hadits
'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, "Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam sudah selesai dari shalat, beliau berdiri dan berkhutbah kepada
jama'ah. Beliau memuji
Allah dan menyanjungnya. Kemudian beliau mengatakan,
إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ
أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ
وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ
مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ
أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ
لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua
tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana
karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika
kalian melihatnya bersegeralah berdoa kepada Allah, bertakbirlah, shalat dan
bersedekahlah. Kemudian beliau bersabda: Wahai Umat Muhammad, demi allah, tidak
ada seorangpun yang lebih pencemburu daripada Allah. (Dia cemburu) hamba sahaya
laki-laki dan hamba sahaya perampuan-Nya berzina. Wahai umat Muhammad, demi
Allah kalau saja kalian tahu apa yang aku ketahui niscaya kalian sedikti
tertawa dan banyak menangis." (HR. Al-Bukhari)
Maknanya, tidak ada yang lebih
banyak mencela perbautan keji (zina) daripada Allah Ta'ala. Yang ini
mengindikasikan, bahwa Allah akan menghukum pelaku zina di dunia dan akhirat,
atau di salah satunya. Ini memiliki korelasi dengan perintah untuk memperbanyak
istighfar, zikir, doa, shalat dan shadaqah, karena maksiat adalah sebab utama
datangnya bala' dan musibah, dan maksiat yang paling hina adalah berzina.
(Diringkaskan dari ketarangan Ibnul Hajar dalam Fath al-Baari, Bab Shadaqah fi
al-Kusuf). Wallahu
Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar